Masyarakat desa maupun kota sekarang
ini tidak terlepas dari program “pembangunan”. Pembangunan yang baik adalah
pembangunan yang mempunyai sifat berkelanjutan, berubah pada arah yang maju,
tidak merugikan masyarakat dan tetap menjaga keseimbangan ekologi di dalamnya. Namun
sayangnya, di kota kita ini saja pun dalam setiap proyek pembangunannya
seringkali tidak memerhatikan aspek-aspek tersebut. Pemimpinnya saja lebih
mengedepankan keindahan dan tidak mempertimbangkan sisi kemanusiannya. “ari
pohon dibajuan, ari jelema diantepkeun buligir”, begitu kata salah seorang
bapak yang terkena dampak sebuah pembangunan taman di kota Bandung.
Memang benar kota ini menjadi indah
dengan program-program dari pemerintah kota, wajar saja toh pemimpinnya memiliki background arsitek. Tapi kelemahannya dia tidak pandai berbincang dengan warga. Dia
mungkin tidak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa dibalik program pembangunan
yang dicanangkan banyak warga yang merasa dirugikan. Saran sih, seharusnya yang
namanya pemimpin bukan dari lulusan arsitek. Utamakan yang mengerti pada bidang
sosial agar dapat memanusiakan warganya. Agar dia paham bahwa dibalik
pembangunan itu ada kehidupan sosial suatu masyarakat yang sudah membudaya.
Saya akan sedikit berbagi ilmu
keantropan dan sedikit pemahaman saya di bidang ekologi. Bahwa sebuah
pembangunan perlu memperhatikan dampak-dampak kedepan yang kemungkinan terjadi.
Saya akan beri sebuah contoh kasus. Bahwa terjadi suatu pembangunan bendungan
seluas 6000ha yang nantinya akan membebaskan lahan sawah, tegalan, dan lahan
pemukiman warga. Maka langkah-langkah yang akan saya lakukan sebagai seorang antropolog
adalah dengan melakukan studi larap dan studi amdal. Studi ini juga merupakan
studi yang diakui dan dilakukan oleh pemerintah apabila sebuah pembangunan
lebih dari 5 hektar.
Studi Land Acquisition and Resettlement Action Plan (LARAP) atau disingkat
LARAP yang dalam bahasa Indonesia berarti Rencana Kerja Pengadaan Tanah,
Pemukiman Kembali dan Pembinaan (RK-PTPKP), yaitu yang secara singkatnya
berarti suatu kajian pengadaan lahan. Studi LARAP ini mengkaji rencana mengenai
pengambil alihan asset untuk kepentingan proyek pembangunan, yang kemudian akan
menghitung besarnya ganti rugi bagi orang yang terkena dampak pembangunan
beserta asset yang dimilikinya. Studi LARAP selalu berdasarkan informasi
langsung dari masyarakat yang terkena proyek pembangunan. Informasi didapat
bisa melalui wawancara maupun dalam bentuk diskusi. Dari hasil informasi dengan
warga terdampak, maka LARAP ini nantinya akan menghasilkan rekomendasi tentang
pembebasan lahan dan pemukiman yang akan terkena dampak dari pembangunan bendungan
dan akan menghasilkan pula besaran angka ganti rugi serta rekomendasi pemukiman
baru untuk Orang Terkena Dampak (OTD) tersebut.
Besaran penggantian bervariasi
tergantung kepemilikan lahan. Misalnya pemilik lahan yang bersertifikat akan
diganti sesuai harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bahkan bisa lebih tinggi,
dipertimbangkan pula dengan harga pasar. Jika warga tidak memilikki sertifikat
kepemilikan lahan atau lahan yang dimilikki ilegal berdasarkan aturan negara,
maka tidak ada penggantian secara resmi, melainkan akan diberi penggantian
dalam bentuk uang kerohiman. Yang
dimaksud uang kerohiman adalah uang yang diberikan secara cuma-cuma oleh
pemilik lahan kepada pemakai lahan tanpa izin;ganti rugi. Dalam hal ini adalah
pemerintah yang akan membangun suatu proyek pembangunan, yang kemudian akan memberikan
uang ganti rugi kepada lahan OTD yang akan dibebaskan.
Langkah kedua, yaitu melakukan
kajian Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL). Dalam Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999,
disebutkan bahwa AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting dilakukan
dalam pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan
pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggara usaha dan/atau kegiatan. AMDAL sendiri merupakan suatu kajian
mengenai dampak positif dan negatif dari suatu rencana kegiatan atau proyek
pembangunan, yang dilakukan pemerintah dalam upaya memutuskan apakah suatu
kegiatan atau proyek layak atau tidak layak secara lingkungan. Dalam kajian
AMDAL akan dianalisis berbagai dampak dari pembangunan bendungan dalam berbagai
aspek.
Aspek-aspek yang akan diteliti dalam
AMDAL biasanya terbagi kedalam 4 aspek, yaitu:
-
Geo-fisik-kimia
-
Biologi
-
Sosial-Ekonomi
-
Kesehatan masyarakat
Untuk
mengkaji aspek-aspek tersebut dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif
dan kualitatif. Metode Kuantitatif dilakukan untuk mengkaji dampak yang terukur
seperti variabel kehilangan lahan garapan, luas lahan, jumlah asset, dll. Untuk
menggali data dari variabel-variabel tersebut maka bisa dijawab dengan
melakukan penelitian dengan metode kuantitatif dengan teknik pengisian kuesioner. Teknik memperoleh data dengan pengisian
kuesioner bisa dilakukan dengan 2 cara yaitu survey dan sensus.
Survey dilakukan dengan cara mengambil sampel dari jumlah populasi. Tidak semua
populasi dijadikan sebagai unit analisis, melainkan yang dipilih adalah sampel
yang bisa mewakili hasil data yang diinginkan. Teknik seperti ini dilakukan
dikarenakan tidak semua warga terdampak langsung oleh suatu kegiatan atau
proyek. Survey sampel ini juga dilakukan jika kajian yang dilakukan cakupan
wilayahnya tidak terlalu besar.
Rumus
menentukan sampel: n= N
N+1
n: jumlah sampling yang dicari
N: jumlah populasi di suatu wilayah yang
terdampak
d: sampling error yang menjadi batas
error data yang dicari (sampling error maksimal untuk kajian sosial adalah 10%.
Dilarang lebih dari itu karena akan memengaruhi tingkat validitas (kepercayaan
terhadap data).
Sumber: Rumus Slovin dari buku Riduan
dan Kuncoro
Sedangkan
untuk mengkaji warga yang akan terdampak dalam jumlah yang telah diketahui
seperti yang disebut di dalam soal yaitu
sebanyak 6000kk atau 30.000 jiwa, maka sangat ideal apabila dilakukan
dengan sensus secara keseluruhan
terhadap OTD. Pengisian kuesioner dengan cara sensus dilakukan pada semua
populasi di suatu daerah yang diteliti. Dalam kaitannya dengan pembangunan
bendungan sesuai soal yang ditanyakan, maka nantinya akan ada peneliti lapangan
yang bertugas melakukan sensus kepada OTD dan melakukan wawancara dengan
pertanyaan-pertanyaan variabel yang telah dibuat.
Selain
dilakukan dengan metode kuantitatif, maka data juga perlu didukung dengan
metode kualitatif untuk meningkatkan kualitas dan interpretasi terhadap data. Caranya dengan melakukan
indepth interview atau wawancara secara mendalam terhadap informan kunci atau
informan yang dapat mewakili jawaban yang diinginkan antropolog. Jadi
penelitian ini dapat dilakukan dengan 2 metode atau dalam bahasa metodelogi
disebut mix methode (Cresswell).
Langkah-langkah
diatas adalah yang seharusnya dilakukan apabila terjadi suatu proyek
pembangunan yang nantinya akan memilikki dampak besar bagi warga yang terpaksa
harus direlokasi maupun yang terkena dampak secara tidak langsung. Perbanyak
pula berbincang dengan warga yang terkena dampak karena kita pun perlu memahami
cerita dari sudut pandang mereka. Begitulah tugas antropolog seharusnya, yaitu
menjadi alat penyambung warga dengan pemerintah. Alangkah lebih baik apabila
pemerintahan diisi oleh orang-orang antrop agar lebih paham pembangunan yang
seperti apa yang mengacu pada apek manusiawi. Hehehe.
Sumber Referensi:
http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/faq/119-amdal/183-apa-itu-amdal