"Kenapa sih malah diem aja?"
"Kenapa sih masih bisa ketawa-tawa?"
"Kenapa sih santuy pisan?"
"Kenapa sih gak nangis?"
"Kenapa sih gak dilawan? Kalo aku jadi kamu, aku udah teriak di depan mukanya"
Lagi refleksi, dan udah sering banget denger kalimat itu dari orang-orang. Aku yang ngalamin, mereka yang gemes sendiri. Awalnya aku pikir, yaudah emang aku punya watak sesantuy itu. Sampai disadarkan oleh salah satu sahabat.
"Apa yang menyebabkan kamu seperti ini karna kamu pernah mengalami yang lebih sakit kan?"
"Mungkin ada banyak luka pengasuhan masa lalu yang kamu punya dan sampai saat ini belum selesai, itu sebabnya kamu susah nangis".
"Kamu harus bisa mengakui luka yang kamu rasain selama ini. Setidaknya ada orang yang kamu percaya dan beraniin diri buat melisankan emosi-emosi negatif yang ada dalam diri kamu...... Udah gak usah nangis".
"Aku gak nangis, Nay, serius😅"
Dan gak sadar mata aku berkaca-kaca.
Suka sedih iya kan? kalo ada seseorang yang paham banget kita padahal memulai cerita pun belum.
"Terlalu sering memendam"
Mungkin, membuat aku jadi tumpul rasa, sulit menangis.
Luka pengasuhan. Luka masa kecil, luka-luka yang selama ini ada dalam proses pendewasaan membuat kepekaan rasaku menjadi korban, semua emosi yang muncul sudah aku logiskan.
"Tak ada yg bisa dilepas tanpa digenggam lebih dulu"
Gak usah denial. Luka-luka yang selama ini kamu usahakan untuk pergi, yang kamu usahakan untuk dilupakan, yang kamu lempar, kamu kubur dalam-dalam, nyatanya 20 tahun masih bersemayam.
N666eri.
jadi gini...
Sabtu, 21 Maret 2020
Kamis, 19 April 2018
To all beautiful girls out there♡
Cinta kadang memang begitu adanya.
Cinta kadang memang tak harus memiliki, cukup untuk dinikmati dari kejauhan saja.
Kita tumbuh dengan harapan bahwa cinta akan berakhir dengan bahagia selamanya.
Tapi tak semua kisah bisa begitu.
Saat kamu patah hati, orang akan bertanya
"Sudah berapa lama kalian bersama?"
Seolah sakit hati bisa ditentukan oleh berapa lama pasangan sudah bersama.
Kupikir, cinta tak berbalas sama saja dengan cinta yang lain.
Bisa menghancurkan, bisa mendebarkan.
Aku ingin kamu mengingat bahwa,
Apa yang kamu lakukan adalah mencintai tanpa pamrih.
Kamu mencintai karena memang mencintai, tak ada maksud lain di balik itu.
Suatu hari nanti, kamu akan menemukan orang yang mencintaimu dengan cara yang sama.
Cinta kadang memang tak harus memiliki, cukup untuk dinikmati dari kejauhan saja.
Kita tumbuh dengan harapan bahwa cinta akan berakhir dengan bahagia selamanya.
Tapi tak semua kisah bisa begitu.
Saat kamu patah hati, orang akan bertanya
"Sudah berapa lama kalian bersama?"
Seolah sakit hati bisa ditentukan oleh berapa lama pasangan sudah bersama.
Kupikir, cinta tak berbalas sama saja dengan cinta yang lain.
Bisa menghancurkan, bisa mendebarkan.
Aku ingin kamu mengingat bahwa,
Apa yang kamu lakukan adalah mencintai tanpa pamrih.
Kamu mencintai karena memang mencintai, tak ada maksud lain di balik itu.
Suatu hari nanti, kamu akan menemukan orang yang mencintaimu dengan cara yang sama.
Pernah skripsian
Kadang kita lupa bersyukur ya.
Contohnya saya pribadi. Kemarin-kemarin minta ingin cepat lulus, ingin cepat sidang, ingin cepat wisuda. Dan setelah wisuda malah lupa semuanya. Lupa kalo udah melewati tahap yang luar biasa berat. Padahal kalo dipikir-pikir untuk sekarang "gila, kapan lagi bisa nulis 200 halaman".
Itu skripsi aneh bin ajaib. Gak nyangka bisa nyelesain tulisan kesotoyan dan disidangin di depan dosen-dosen senior yang jenius di antropologi ungpat. Ditambah dosen pembimbing S3, disegani, dan di acc pula si skripsinya. Pas sidang lancar, nilai alhamdulillah. Nikmat mana lagi yang kau dustakan? terlepas dari usaha dan kerja keras, itu semua terjadi atas kuasa-Nya, kebaikan-Nya.
Kalo dipikir-pikir, perjalanan skripsi saya ini bisa dibilang paling berat dan paling panjaaaaaaaaaaaaaaaaang dibanding temen-temen saya yang lain hahaha.
Pertengahan 2016 saya udah ngajuin topik. Dari awal hingga titik darah penghabisan saya pertahankan topik ini. Keukeuh dan gak mau ganti. Topiknya mengenai gender dan militer. Untuk alasan yang non akademis dan praktis, saya pilih topik itu karena saya percaya kesetaraan gender di tengah budaya Indonesia yang patriarkis. Dibalik banyaknya pandangan perempuan itu lemah, perasa, dan menempati posisi 'second sex', mereka memiliki sisi "kekerenannya" sendiri. Di penelitian ini saya ingin menabrak pandangan itu, yang digambarkan oleh tentara perempuan yang berdinas di Dinas Jasmani Angkatan Darat kota Cimahi.
Dari pertengahan 2016 hingga awal 2017 saya memulai tahap studi literatur. Mencoba mencari tau tentang militer, perempuan militer di indonesia dan di seluruh dunia. Dikasih bahan bacaan banyaaaaaaaaaaaaaaaaak banget sama dosbing. Dan bacaan yang dicari oleh diri sendiri juga banyaaaaaaaaaaaaaak banget. Wajib jurnal+buku dan 80% english semua:') sampe akhirnya dosbing mau membimbing dan ttd diatas surat pernyataan pada tanggal 16 januari 2017 untuk membimbing saya setahun kedepan. Kalo gak lulus tahun depan, ya ganti judul dan cari dosen lain. Saya sebenernya gak masalah, saya pikir setahun memang waktu yang ideal untuk menyusun skripsi. Tapi setelah dijalankan, ternyata gak semudah itu. Dosbing saya ini perfectionist, revisian setiap hari. Senin pagi ngerjain, malemnya kirim email, besok subuhnya udah ada lagi kirimin email dari beliau. Dan saya kerjain lagi paginya sampe sore. Waktu belum punya pacar saya bisa ngerjain skripsi dari jam 10 pagi sampai 9 malem. Tapi setelah punya, saya terbiasa kerjain skripsi dari jam 9 pagi sampe jam 4 sore. DAN ITU SETIAP HARI:')
Bisa dibilang saya termasuk mahasiswa yang cepat untuk sidang up. Tapi....... untuk tahap-tahap berikutnya termasuk yang lamaaaaaaaaaaa banget heu bisa dibilang mahasiswa telat lulus. Jatuh bangun lebih ke hubungan dengan dosen pembimbing, sampai pernah di blok WA karena saya terlalu ngejar beliau._. Mungkin iya skripsi saya masih jauh dari kata baik, makanya sering direvisi. Dari segi tata bahasa pun sampai cari-cari dan gonta ganti editor. Buruk banget emang ya pembendaharaan kataku?:(
Saya pun sadar, kalo apa yang dilakuin dosen pembimbing saya itu karna saking pedulinya. Kayaknya cuman beliau satu-satunya dosen pembimbing yang sepeduli itu sama anak didiknya.
Pernah juga beliau sibuk 3 bulan dan kami gak pernah bimbingan lagi. But at least, everything has done! Setelah skripsi yang udah jadi semenjak juli 2017 dan diombang ambing, dirombak habis, skripsi saya diacc untuk diseminarkan pada bulan november 2017. Saya gak bisa berkata-kata, gak cukup buat cuman bilang makasih buat dosbing yang udah bikin skripsi saya menjadi baik, baik dalam isi maupun tata bahasa. Alhasil skripsi saya ini diapresiasi oleh beliau, dosen, dan adik-adik kelas yang banyak bertanya gimana cara membuat skripsi yang baik.
Skripsi saya ini adalah karya yang saya buat untuk membuktikan kemampuan saya sebagai seorang akademisi dan juga sebagai calon antropolog. Skripsi saya bukan hanya karya saya sendiri, tetapi adalah sebuah karya yang saya hasilkan dengan bantuan banyak pihak. Setiap pihak telah mencurahkan bantuan tanpa pamrih pada saya dalam aneka bentuk. Saya menghargai dan mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah memberikan bantuan pada saya untuk menyelesaikan skripsi ini.
Contohnya saya pribadi. Kemarin-kemarin minta ingin cepat lulus, ingin cepat sidang, ingin cepat wisuda. Dan setelah wisuda malah lupa semuanya. Lupa kalo udah melewati tahap yang luar biasa berat. Padahal kalo dipikir-pikir untuk sekarang "gila, kapan lagi bisa nulis 200 halaman".
Itu skripsi aneh bin ajaib. Gak nyangka bisa nyelesain tulisan kesotoyan dan disidangin di depan dosen-dosen senior yang jenius di antropologi ungpat. Ditambah dosen pembimbing S3, disegani, dan di acc pula si skripsinya. Pas sidang lancar, nilai alhamdulillah. Nikmat mana lagi yang kau dustakan? terlepas dari usaha dan kerja keras, itu semua terjadi atas kuasa-Nya, kebaikan-Nya.
Kalo dipikir-pikir, perjalanan skripsi saya ini bisa dibilang paling berat dan paling panjaaaaaaaaaaaaaaaaang dibanding temen-temen saya yang lain hahaha.
Pertengahan 2016 saya udah ngajuin topik. Dari awal hingga titik darah penghabisan saya pertahankan topik ini. Keukeuh dan gak mau ganti. Topiknya mengenai gender dan militer. Untuk alasan yang non akademis dan praktis, saya pilih topik itu karena saya percaya kesetaraan gender di tengah budaya Indonesia yang patriarkis. Dibalik banyaknya pandangan perempuan itu lemah, perasa, dan menempati posisi 'second sex', mereka memiliki sisi "kekerenannya" sendiri. Di penelitian ini saya ingin menabrak pandangan itu, yang digambarkan oleh tentara perempuan yang berdinas di Dinas Jasmani Angkatan Darat kota Cimahi.
Dari pertengahan 2016 hingga awal 2017 saya memulai tahap studi literatur. Mencoba mencari tau tentang militer, perempuan militer di indonesia dan di seluruh dunia. Dikasih bahan bacaan banyaaaaaaaaaaaaaaaaak banget sama dosbing. Dan bacaan yang dicari oleh diri sendiri juga banyaaaaaaaaaaaaaak banget. Wajib jurnal+buku dan 80% english semua:') sampe akhirnya dosbing mau membimbing dan ttd diatas surat pernyataan pada tanggal 16 januari 2017 untuk membimbing saya setahun kedepan. Kalo gak lulus tahun depan, ya ganti judul dan cari dosen lain. Saya sebenernya gak masalah, saya pikir setahun memang waktu yang ideal untuk menyusun skripsi. Tapi setelah dijalankan, ternyata gak semudah itu. Dosbing saya ini perfectionist, revisian setiap hari. Senin pagi ngerjain, malemnya kirim email, besok subuhnya udah ada lagi kirimin email dari beliau. Dan saya kerjain lagi paginya sampe sore. Waktu belum punya pacar saya bisa ngerjain skripsi dari jam 10 pagi sampai 9 malem. Tapi setelah punya, saya terbiasa kerjain skripsi dari jam 9 pagi sampe jam 4 sore. DAN ITU SETIAP HARI:')
Bisa dibilang saya termasuk mahasiswa yang cepat untuk sidang up. Tapi....... untuk tahap-tahap berikutnya termasuk yang lamaaaaaaaaaaa banget heu bisa dibilang mahasiswa telat lulus. Jatuh bangun lebih ke hubungan dengan dosen pembimbing, sampai pernah di blok WA karena saya terlalu ngejar beliau._. Mungkin iya skripsi saya masih jauh dari kata baik, makanya sering direvisi. Dari segi tata bahasa pun sampai cari-cari dan gonta ganti editor. Buruk banget emang ya pembendaharaan kataku?:(
Saya pun sadar, kalo apa yang dilakuin dosen pembimbing saya itu karna saking pedulinya. Kayaknya cuman beliau satu-satunya dosen pembimbing yang sepeduli itu sama anak didiknya.
Pernah juga beliau sibuk 3 bulan dan kami gak pernah bimbingan lagi. But at least, everything has done! Setelah skripsi yang udah jadi semenjak juli 2017 dan diombang ambing, dirombak habis, skripsi saya diacc untuk diseminarkan pada bulan november 2017. Saya gak bisa berkata-kata, gak cukup buat cuman bilang makasih buat dosbing yang udah bikin skripsi saya menjadi baik, baik dalam isi maupun tata bahasa. Alhasil skripsi saya ini diapresiasi oleh beliau, dosen, dan adik-adik kelas yang banyak bertanya gimana cara membuat skripsi yang baik.
Skripsi saya ini adalah karya yang saya buat untuk membuktikan kemampuan saya sebagai seorang akademisi dan juga sebagai calon antropolog. Skripsi saya bukan hanya karya saya sendiri, tetapi adalah sebuah karya yang saya hasilkan dengan bantuan banyak pihak. Setiap pihak telah mencurahkan bantuan tanpa pamrih pada saya dalam aneka bentuk. Saya menghargai dan mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah memberikan bantuan pada saya untuk menyelesaikan skripsi ini.
Rabu, 18 Januari 2017
Pembangunan dan Analisis mengenai Dampak Lingkungan
Masyarakat desa maupun kota sekarang
ini tidak terlepas dari program “pembangunan”. Pembangunan yang baik adalah
pembangunan yang mempunyai sifat berkelanjutan, berubah pada arah yang maju,
tidak merugikan masyarakat dan tetap menjaga keseimbangan ekologi di dalamnya. Namun
sayangnya, di kota kita ini saja pun dalam setiap proyek pembangunannya
seringkali tidak memerhatikan aspek-aspek tersebut. Pemimpinnya saja lebih
mengedepankan keindahan dan tidak mempertimbangkan sisi kemanusiannya. “ari
pohon dibajuan, ari jelema diantepkeun buligir”, begitu kata salah seorang
bapak yang terkena dampak sebuah pembangunan taman di kota Bandung.
Memang benar kota ini menjadi indah
dengan program-program dari pemerintah kota, wajar saja toh pemimpinnya memiliki background arsitek. Tapi kelemahannya dia tidak pandai berbincang dengan warga. Dia
mungkin tidak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa dibalik program pembangunan
yang dicanangkan banyak warga yang merasa dirugikan. Saran sih, seharusnya yang
namanya pemimpin bukan dari lulusan arsitek. Utamakan yang mengerti pada bidang
sosial agar dapat memanusiakan warganya. Agar dia paham bahwa dibalik
pembangunan itu ada kehidupan sosial suatu masyarakat yang sudah membudaya.
Saya akan sedikit berbagi ilmu
keantropan dan sedikit pemahaman saya di bidang ekologi. Bahwa sebuah
pembangunan perlu memperhatikan dampak-dampak kedepan yang kemungkinan terjadi.
Saya akan beri sebuah contoh kasus. Bahwa terjadi suatu pembangunan bendungan
seluas 6000ha yang nantinya akan membebaskan lahan sawah, tegalan, dan lahan
pemukiman warga. Maka langkah-langkah yang akan saya lakukan sebagai seorang antropolog
adalah dengan melakukan studi larap dan studi amdal. Studi ini juga merupakan
studi yang diakui dan dilakukan oleh pemerintah apabila sebuah pembangunan
lebih dari 5 hektar.
Studi Land Acquisition and Resettlement Action Plan (LARAP) atau disingkat
LARAP yang dalam bahasa Indonesia berarti Rencana Kerja Pengadaan Tanah,
Pemukiman Kembali dan Pembinaan (RK-PTPKP), yaitu yang secara singkatnya
berarti suatu kajian pengadaan lahan. Studi LARAP ini mengkaji rencana mengenai
pengambil alihan asset untuk kepentingan proyek pembangunan, yang kemudian akan
menghitung besarnya ganti rugi bagi orang yang terkena dampak pembangunan
beserta asset yang dimilikinya. Studi LARAP selalu berdasarkan informasi
langsung dari masyarakat yang terkena proyek pembangunan. Informasi didapat
bisa melalui wawancara maupun dalam bentuk diskusi. Dari hasil informasi dengan
warga terdampak, maka LARAP ini nantinya akan menghasilkan rekomendasi tentang
pembebasan lahan dan pemukiman yang akan terkena dampak dari pembangunan bendungan
dan akan menghasilkan pula besaran angka ganti rugi serta rekomendasi pemukiman
baru untuk Orang Terkena Dampak (OTD) tersebut.
Besaran penggantian bervariasi
tergantung kepemilikan lahan. Misalnya pemilik lahan yang bersertifikat akan
diganti sesuai harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bahkan bisa lebih tinggi,
dipertimbangkan pula dengan harga pasar. Jika warga tidak memilikki sertifikat
kepemilikan lahan atau lahan yang dimilikki ilegal berdasarkan aturan negara,
maka tidak ada penggantian secara resmi, melainkan akan diberi penggantian
dalam bentuk uang kerohiman. Yang
dimaksud uang kerohiman adalah uang yang diberikan secara cuma-cuma oleh
pemilik lahan kepada pemakai lahan tanpa izin;ganti rugi. Dalam hal ini adalah
pemerintah yang akan membangun suatu proyek pembangunan, yang kemudian akan memberikan
uang ganti rugi kepada lahan OTD yang akan dibebaskan.
Langkah kedua, yaitu melakukan
kajian Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL). Dalam Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999,
disebutkan bahwa AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting dilakukan
dalam pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan
pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggara usaha dan/atau kegiatan. AMDAL sendiri merupakan suatu kajian
mengenai dampak positif dan negatif dari suatu rencana kegiatan atau proyek
pembangunan, yang dilakukan pemerintah dalam upaya memutuskan apakah suatu
kegiatan atau proyek layak atau tidak layak secara lingkungan. Dalam kajian
AMDAL akan dianalisis berbagai dampak dari pembangunan bendungan dalam berbagai
aspek.
Aspek-aspek yang akan diteliti dalam
AMDAL biasanya terbagi kedalam 4 aspek, yaitu:
-
Geo-fisik-kimia
-
Biologi
-
Sosial-Ekonomi
-
Kesehatan masyarakat
Untuk
mengkaji aspek-aspek tersebut dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif
dan kualitatif. Metode Kuantitatif dilakukan untuk mengkaji dampak yang terukur
seperti variabel kehilangan lahan garapan, luas lahan, jumlah asset, dll. Untuk
menggali data dari variabel-variabel tersebut maka bisa dijawab dengan
melakukan penelitian dengan metode kuantitatif dengan teknik pengisian kuesioner. Teknik memperoleh data dengan pengisian
kuesioner bisa dilakukan dengan 2 cara yaitu survey dan sensus.
Survey dilakukan dengan cara mengambil sampel dari jumlah populasi. Tidak semua
populasi dijadikan sebagai unit analisis, melainkan yang dipilih adalah sampel
yang bisa mewakili hasil data yang diinginkan. Teknik seperti ini dilakukan
dikarenakan tidak semua warga terdampak langsung oleh suatu kegiatan atau
proyek. Survey sampel ini juga dilakukan jika kajian yang dilakukan cakupan
wilayahnya tidak terlalu besar.
Rumus
menentukan sampel: n= N
N+1
n: jumlah sampling yang dicari
N: jumlah populasi di suatu wilayah yang
terdampak
d: sampling error yang menjadi batas
error data yang dicari (sampling error maksimal untuk kajian sosial adalah 10%.
Dilarang lebih dari itu karena akan memengaruhi tingkat validitas (kepercayaan
terhadap data).
Sumber: Rumus Slovin dari buku Riduan
dan Kuncoro
Sedangkan
untuk mengkaji warga yang akan terdampak dalam jumlah yang telah diketahui
seperti yang disebut di dalam soal yaitu
sebanyak 6000kk atau 30.000 jiwa, maka sangat ideal apabila dilakukan
dengan sensus secara keseluruhan
terhadap OTD. Pengisian kuesioner dengan cara sensus dilakukan pada semua
populasi di suatu daerah yang diteliti. Dalam kaitannya dengan pembangunan
bendungan sesuai soal yang ditanyakan, maka nantinya akan ada peneliti lapangan
yang bertugas melakukan sensus kepada OTD dan melakukan wawancara dengan
pertanyaan-pertanyaan variabel yang telah dibuat.
Selain
dilakukan dengan metode kuantitatif, maka data juga perlu didukung dengan
metode kualitatif untuk meningkatkan kualitas dan interpretasi terhadap data. Caranya dengan melakukan
indepth interview atau wawancara secara mendalam terhadap informan kunci atau
informan yang dapat mewakili jawaban yang diinginkan antropolog. Jadi
penelitian ini dapat dilakukan dengan 2 metode atau dalam bahasa metodelogi
disebut mix methode (Cresswell).
Langkah-langkah
diatas adalah yang seharusnya dilakukan apabila terjadi suatu proyek
pembangunan yang nantinya akan memilikki dampak besar bagi warga yang terpaksa
harus direlokasi maupun yang terkena dampak secara tidak langsung. Perbanyak
pula berbincang dengan warga yang terkena dampak karena kita pun perlu memahami
cerita dari sudut pandang mereka. Begitulah tugas antropolog seharusnya, yaitu
menjadi alat penyambung warga dengan pemerintah. Alangkah lebih baik apabila
pemerintahan diisi oleh orang-orang antrop agar lebih paham pembangunan yang
seperti apa yang mengacu pada apek manusiawi. Hehehe.
Sumber Referensi:
http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/faq/119-amdal/183-apa-itu-amdal
Minggu, 09 Oktober 2016
NOTED!
Pembelajaran datang dengan kita keluar dari zona nyaman. Dan
dengan harapan mendapat pembelajaran itu, aku masukki pintu-pintu yang terbuka.
Tapi bukan maksud karena aku begitu terobsesi. Aku tidak berupaya untuk
mencapai sesuatu yang orang kata hebat. Aku tidak berniat untuk mencapai goals
yang orang lain buat dengan perencanaan yang matang.
Hidup terlalu singkat hanya untuk mengikuti nafsu. Aku
percaya bahwa di setiap langkah dalam hidup selalu penuh dengan pembelajaran. Pembelajaran
itu proses. Proses selalu berkaitan dengan orang-orang yang ada di sekitar. Dengan
bisa masuk ke semua jenis orang, mencoba menangkap maksud daripada hasil
bercakap dengannya, atau hanya melihat dari gelagat tubuhnya.
The more I know the more I realized and made me asking this
question “Apakah memang tidak ada lagi orang baik di dunia ini?”
Kocak. Memangnya sudah aku susuri dunia ini setiap inci per
inci? Bahkan setiap sudut kota-ku saja belum aku jelajahi sepenuhnya. Mana mungkin
aku mengenal seluruh isi dunia dan mengeneralkan semua hal.
Kesimpulannya, aku sudah pilih jalan baru ini, karena
semuanya yang telah aku lalui setahun belakangan ini sudah terlalu usang.
DIA
Dia tidak terlalu penting.
Dia tidak pernah menjadi pemeran utama.
Untuk siapapun, dalam situasi apapun.
Dia hanya menjadi pemeran utama bagi dirinya sendiri.
Kisahnya selalu saja menyedihkan, dari berbagai sisi.
Kebahagiannya hanya bersifat sementara.
Karena di dunia ini tidak ada yang abadi, termasuk cinta.
Cintanya selalu mudah berubah seperti musim.
Selalu melulu soal cinta.
Masih lelaki yang itu-itu lagi.
Matanya seakan berkaca mata kuda, tak bisa melihat yang
lain-lain.
Tanpa sadar dia melewatkan yang terbaik.
Nasibnya selalu sama.
Tidak ada perubahan.
Dia lelah juga, mengapa hidup sebegininya.
Hingga pada akhirnya hidupnya penuh lagi dengan gairah.
Begitu banyak orang yang dia temui setahun belakangan ini.
Membuatnya kagum dan berpikir:
“Apakah aku bisa seperti dia?”
Yang hidupnya banyak menebar manfaat, yang hidupnya begitu
hebat.
Dia pun membangkitkan passionnya kembali.
Dia mulai lagi membuka matanya lebar-lebar.
Melihat kembali yang selama ini dia abaikan.
Mendengar kembali yang selama ini dia tidak dengar.
Dia buat semuanya kembali produktif.
Namun 1 hal yang dia tidak punya.
Berdiri tegap di barisan paling depan.
Tidak ada rasa percaya diri.
Orang-orang tidak ada yang mau melihat keberadaannya.
Memperdulikannya adalah hal yang sia-sia.
Tidak ada hal yang menarik dari hidupnya.
Semua orang meremehkannya.
Dan itu semua membuatnya muak.
Dia pun mencapai titik dimana ia harus berkata:
“Inilah saatnya”
Jumat, 22 Juli 2016
ISU PANASSS
Akhir-akhir
ini pemberitaan di media sedang hangat-hangatnya membahas berita yang
kebanyakan berita internasional. Seperti yang kita tahu yang paling banyak
menyita perhatian diantaranya yaitu kudeta pemimpin Turki oleh militer, lalu
ada juga berita dari Prancis yang “katanya” ada teror yang dilakukan oleh
seseorang dibalik kemudi truk yang mengakibatkan puluhan warga Prancis tewas,
dan ada juga berita yang sangat hits abis yaitu demam game yang melanda
masyarakat dunia → “POKEMON GO” yang banyak menimbulkan pro dan kontra. Berita-berita
tersebut seminggu terakhir ini sering mampir di layar kaya kita dan terus-terusan
dibahas pagi-siang-malam di media pemberitaan dan bahkan dikaji dalam sebuah debat
diskusi oleh orang-orang penting yang (bisa jadi) berkepentingan. Memang tidak
ada salahnya mengikuti pemberitaan atau kasus yang sedang hangat tersebut,
karena selain menjadi sebuah pengetahuan dan membuka cakrawala kita lebih luas lagi,
juga karena sebagai warga negara pun kia dapat bersikap lebih kritis dan
simpati.
Tapi coba
lihat ke arah lain, masih banyak permasalahan yang terjadi di Indonesia. Disini
saya kecewa pada media yang terus membahas hal yang itu-itu melulu. Entah
pengalihan isu atau gimana saya gak ngerti, padahal masih banyak kasus dalam
negeri yang layak untuk disoroti dan dimunculkan ke permukaan. Keenakan
pemerintah dong kinerjanya tidak ikut disoroti. Banyak hal luput dari
pemberitaan di media. Kasus di Indonesia tidak hanya hal-hal yang menyangkut
kepentingan pribadi seperti yang selama ini kita lihat macam pemberitaan
kriminal, pembunuhan pegawai bank oleh pacarnya, atau pembunuhan berencana
Jessica-Mirna yang tak kunjung selesai itu. Ada yang tahu kasus pembangunan
pabrik semen dan penambangan karst yang mengancam kehidupan warga dari belasan
desa di Rembang Jawa Tengah? Kasus yang menyangkut hal manusiawi dan menurut
saya dapat dikatakan pelanggaran HAM berat ini bahkan adem ayem saja
kelihatannya. Padahal banyak sekali yang tidak kita ketahui bahwa kasus ini sebenaranya
sudah ada sejak pemerintahan SBY dan hingga sekarang kasusnya pun tidak kunjung
selesai. Padahal sejak awal mula masuknya pabrik PT.
Semen Indonesia dan penambangan
Karst ke wilayah gunung, Kendeng, Rembang, Jawa Tengah, warga setempat sudah
melakukan berbagai bentuk protes. Warga jelas marah dan melakukan pemberontakan
dikarenakan tidak adanya sosialisasi dan pemberitahuan terlebih dahulu seputar
rencana akan dibangunnya pabrik semen dan penambangan karst di wilayah mereka.
Aparat polres dan TNI mengintimidasi warga yang melakukan protes dengan
menangkap beberapa orang warga dan
memperlakukan warga secara tidak berperikemanusiaan. Ibu-ibu ada yang sampai
terluka dilempar ke semak belukar dan diperlakukan
secara kasar.
Meski warga setempat telah
mengajukan banding ke pengadilan dan melakukan berbagai usaha lainnya, PT.
Semen Indonesia tetap meneruskan pembangunan usahanya. Rencananya, pabrik akan
mulai berproduksi sekitar awal tahun 2017. Menurut kepala proyek Rembang PT.
Semen Indonesia, Ari Wardhana, pembangunan pabrik PT. Semen Indonesia akan
terus dilanjutkan. Proses pembangunan pabrik tidak mungkin dihentikan karena
pada awal tahun 2016 saja pembangunan sudah mencapai tahap 82% dan akan merugi
jika pembangunan pabrik tidak dilanjutkan. Kini PT. Semen Indonesia sudah
mendapat 37 izin penting dan tinggal menunggu 2 izin perihal pinjam kawasan
hutan atau jalan produksi dan tambang, serta izin dengan Perusahaan Listrik
Negara (PLN) dan Perhutani. Walaupun demikian, warga Kendeng, Rembang, hingga
saat ini terus melakukan aksi penolakan. Salah satu bentuk penolakannya yaitu
dengan mendirikan mushola di tenda yang sudah mereka tinggali sejak 16 Juni
2014. Hal tersebut dilakukan dengan harapan agar mereka mendapatkan
perlindungan dari Tuhan.
Beberapa bulan yang lalu, petani-petani perempuan yang merupakan warga Kendeng juga melakukan protes di depan istana
negara. Mereka menyemen kakinya dengan harapan pemerintah melihat dan mendengar aspirasinya.
Dulu sebelum masuknya PT. Semen
Indonesia dan membabat habis wilayah Kendeng, wilayah tersebut merupakan
wilayah cekungan air tanah Watuputih. Sebagian besar lainnya merupakan kawasan
hutan dan pesawahan yang menjadi sumber mata pencaharian mereka yang mayoritas
petani. Warga Kendeng pun kini terancam kehilangan mata pencaharian yang selama
ini telah mencukupi kehidupan mereka sehari-hari. Dari bertanilah mereka
sebenarnya sudah cukup merasa sejahtera.
Protes yang dilakukan warga Kendeng
tak ayalnya demi memperjuangkan hak untuk mempertahankan sumber mata
pencahariannya kembali. Ibu-ibu ikut turun dan tak gentar menghadapi para
aparat yang bertubuh besar dengan dilengkapi senjata saat mereka sweeping.
Mereka harus mempertahankan wilayahnya agar dapat terus melanjutkan hidup.
Perlakuan-perlakuan aparat terhadap warga yang melakukan aksi penolakan,
terutama terhadap perempuan sungguh tidak manusiawi. Aparat ikut berdebat kuat
dengan ibu-ibu, bahkan perlakuannya terlampau kasar. Tidak hanya dari omongan,
para aparat pun bahkan bermain fisik untuk meredakan protes yang dilakukan
warga. Aparat memperlakukan warga secara tidak baik dan juga melukai. Dalam hal
ini saja sudah terjadi bentuk pelanggaran HAM. Setiap warga negara memiliki hak
untuk mengeluarkan pendapat mereka. Namun kenyataannya mereka malah mendapat
respon negatif. Warga Kendeng pun merasa haknya tidak didengar dan tidak ada
yang memihak pada mereka yang merupakan rakyat kecil, bahkan pemerintah
sekalipun.
Pembangunan di wilayah pegunungan
Kendeng tentunya mengeksploitasi Sumber Daya Alam di kawasan tersebut.
Pembangunan sangat berdampak negatif secara langsung dan tidak langsung
terhadap lingkungan alam juga lingkungan sosial. Seperti telah dipaparkan sebelumnya,
wilayah Kendeng merupakan kawasan cekungan air tanah Watuputih yang
dialihfungsikan menjadi area penambangan batuan kapur untuk bahan baku
pembuatan semen. Hal tersebut melanggar Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 pasal 63 yang menetapkan area tersebut sebagai
kawasan lindung imbuhan air. Dan juga melanggar Perda RTRW Kabupaten Rembang
Nomor 14 Tahun 2011 Pasal 19 yang menetapkan area ini sebagai kawasan lindung
geologi (F. Sahat; 2016).
Selain itu terdapat Perda yang
membuktikan bahwa pembangunan pabrik semen di wilayah Kendeng melanggar dan
tidak layak untuk didirikan. Terlalu banyak kerugian yang timbul dibandingkan
manfaat yang akan didapat. Proses produksi akan merusak sumber daya air yang
berperan sangat penting untuk mencukupi kebutuhan air warga Kendeng.
Lahan-lahan yang habis untuk projek semen merenggut lahan penghidupan mereka.
Pada akhirnya kegiatan pertanian, keseimbangan ekosistem mati sudah, demi
kepentingan para kapitalis peraup untung.
Dari pembangunan PT. Semen
Indonesia dan tambang karst di Kendeng, Rembang, banyak hak-hak warga yang
terenggut. Bertahun-bertahun warga melakukan penolakan dan sempat pula
dikabulkan permohonan untuk dibatalkannya pembangunan tersebut tetapi
kenyataannya kini kegiatan pengeksploitasian terus berlanjut. Dampak-dampak
negatif terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosial di Kendeng sudah sangat
terasa. Hal ini seakan menunjukkan bahwa hak-hak rakyat kecil kurang
diperhatikan secara serius. Tidak hanya permasalahan HAM yang masih belum bisa diselesaikan
secara adil, permasalahan yang menimpa warga Kendeng pun menunjukkan bahwa
permasalahan hukum masih selalu saja memenangkan pihak yang lebih tinggi dan
beruang banyak.
Sumber Referensi
http://m.antaranews.com/berita/536529/pabrik-semen-indonesia-di-rembang-berproduksi-2017
Tomy Apriando dan Sapariah Saturi. 2014. Tolak Tambang dan Pabrik Semen, Warga Rembang
Diintimidasi TNI/Polri.
Sahat Farida. Selamatkan Kendeng Dukung Perjuangan
Warga Rembang menolak pembangunan pabrik semen!!!.
Langganan:
Postingan (Atom)