Jumat, 22 Juli 2016

ISU PANASSS

            Akhir-akhir ini pemberitaan di media sedang hangat-hangatnya membahas berita yang kebanyakan berita internasional. Seperti yang kita tahu yang paling banyak menyita perhatian diantaranya yaitu kudeta pemimpin Turki oleh militer, lalu ada juga berita dari Prancis yang “katanya” ada teror yang dilakukan oleh seseorang dibalik kemudi truk yang mengakibatkan puluhan warga Prancis tewas, dan ada juga berita yang sangat hits abis yaitu demam game yang melanda masyarakat dunia → “POKEMON GO” yang banyak menimbulkan pro dan kontra. Berita-berita tersebut seminggu terakhir ini sering mampir di layar kaya kita dan terus-terusan dibahas pagi-siang-malam di media pemberitaan dan bahkan dikaji dalam sebuah debat diskusi oleh orang-orang penting yang (bisa jadi) berkepentingan. Memang tidak ada salahnya mengikuti pemberitaan atau kasus yang sedang hangat tersebut, karena selain menjadi sebuah pengetahuan dan membuka cakrawala kita lebih luas lagi, juga karena sebagai warga negara pun kia dapat bersikap lebih kritis dan simpati.
            Tapi coba lihat ke arah lain, masih banyak permasalahan yang terjadi di Indonesia. Disini saya kecewa pada media yang terus membahas hal yang itu-itu melulu. Entah pengalihan isu atau gimana saya gak ngerti, padahal masih banyak kasus dalam negeri yang layak untuk disoroti dan dimunculkan ke permukaan. Keenakan pemerintah dong kinerjanya tidak ikut disoroti. Banyak hal luput dari pemberitaan di media. Kasus di Indonesia tidak hanya hal-hal yang menyangkut kepentingan pribadi seperti yang selama ini kita lihat macam pemberitaan kriminal, pembunuhan pegawai bank oleh pacarnya, atau pembunuhan berencana Jessica-Mirna yang tak kunjung selesai itu. Ada yang tahu kasus pembangunan pabrik semen dan penambangan karst yang mengancam kehidupan warga dari belasan desa di Rembang Jawa Tengah? Kasus yang menyangkut hal manusiawi dan menurut saya dapat dikatakan pelanggaran HAM berat ini bahkan adem ayem saja kelihatannya. Padahal banyak sekali yang tidak kita ketahui bahwa kasus ini sebenaranya sudah ada sejak pemerintahan SBY dan hingga sekarang kasusnya pun tidak kunjung selesai. Padahal sejak awal mula masuknya pabrik PT. Semen Indonesia dan penambangan Karst ke wilayah gunung, Kendeng, Rembang, Jawa Tengah, warga setempat sudah melakukan berbagai bentuk protes. Warga jelas marah dan melakukan pemberontakan dikarenakan tidak adanya sosialisasi dan pemberitahuan terlebih dahulu seputar rencana akan dibangunnya pabrik semen dan penambangan karst di wilayah mereka. Aparat polres dan TNI mengintimidasi warga yang melakukan protes dengan menangkap  beberapa orang warga dan memperlakukan warga secara tidak berperikemanusiaan. Ibu-ibu ada yang sampai terluka dilempar ke semak belukar dan diperlakukan secara kasar.
Meski warga setempat telah mengajukan banding ke pengadilan dan melakukan berbagai usaha lainnya, PT. Semen Indonesia tetap meneruskan pembangunan usahanya. Rencananya, pabrik akan mulai berproduksi sekitar awal tahun 2017. Menurut kepala proyek Rembang PT. Semen Indonesia, Ari Wardhana, pembangunan pabrik PT. Semen Indonesia akan terus dilanjutkan. Proses pembangunan pabrik tidak mungkin dihentikan karena pada awal tahun 2016 saja pembangunan sudah mencapai tahap 82% dan akan merugi jika pembangunan pabrik tidak dilanjutkan. Kini PT. Semen Indonesia sudah mendapat 37 izin penting dan tinggal menunggu 2 izin perihal pinjam kawasan hutan atau jalan produksi dan tambang, serta izin dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Perhutani. Walaupun demikian, warga Kendeng, Rembang, hingga saat ini terus melakukan aksi penolakan. Salah satu bentuk penolakannya yaitu dengan mendirikan mushola di tenda yang sudah mereka tinggali sejak 16 Juni 2014. Hal tersebut dilakukan dengan harapan agar mereka mendapatkan perlindungan dari Tuhan.
Beberapa bulan yang lalu, petani-petani perempuan yang merupakan warga Kendeng juga melakukan protes di depan istana negara. Mereka menyemen kakinya dengan harapan pemerintah melihat dan mendengar aspirasinya.
Dulu sebelum masuknya PT. Semen Indonesia dan membabat habis wilayah Kendeng, wilayah tersebut merupakan wilayah cekungan air tanah Watuputih. Sebagian besar lainnya merupakan kawasan hutan dan pesawahan yang menjadi sumber mata pencaharian mereka yang mayoritas petani. Warga Kendeng pun kini terancam kehilangan mata pencaharian yang selama ini telah mencukupi kehidupan mereka sehari-hari. Dari bertanilah mereka sebenarnya sudah cukup merasa sejahtera.
Protes yang dilakukan warga Kendeng tak ayalnya demi memperjuangkan hak untuk mempertahankan sumber mata pencahariannya kembali. Ibu-ibu ikut turun dan tak gentar menghadapi para aparat yang bertubuh besar dengan dilengkapi senjata saat mereka sweeping. Mereka harus mempertahankan wilayahnya agar dapat terus melanjutkan hidup. Perlakuan-perlakuan aparat terhadap warga yang melakukan aksi penolakan, terutama terhadap perempuan sungguh tidak manusiawi. Aparat ikut berdebat kuat dengan ibu-ibu, bahkan perlakuannya terlampau kasar. Tidak hanya dari omongan, para aparat pun bahkan bermain fisik untuk meredakan protes yang dilakukan warga. Aparat memperlakukan warga secara tidak baik dan juga melukai. Dalam hal ini saja sudah terjadi bentuk pelanggaran HAM. Setiap warga negara memiliki hak untuk mengeluarkan pendapat mereka. Namun kenyataannya mereka malah mendapat respon negatif. Warga Kendeng pun merasa haknya tidak didengar dan tidak ada yang memihak pada mereka yang merupakan rakyat kecil, bahkan pemerintah sekalipun.
Pembangunan di wilayah pegunungan Kendeng tentunya mengeksploitasi Sumber Daya Alam di kawasan tersebut. Pembangunan sangat berdampak negatif secara langsung dan tidak langsung terhadap lingkungan alam juga lingkungan sosial. Seperti telah dipaparkan sebelumnya, wilayah Kendeng merupakan kawasan cekungan air tanah Watuputih yang dialihfungsikan menjadi area penambangan batuan kapur untuk bahan baku pembuatan semen. Hal tersebut melanggar Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 pasal 63 yang menetapkan area tersebut sebagai kawasan lindung imbuhan air. Dan juga melanggar Perda RTRW Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011 Pasal 19 yang menetapkan area ini sebagai kawasan lindung geologi (F. Sahat; 2016).
Selain itu terdapat Perda yang membuktikan bahwa pembangunan pabrik semen di wilayah Kendeng melanggar dan tidak layak untuk didirikan. Terlalu banyak kerugian yang timbul dibandingkan manfaat yang akan didapat. Proses produksi akan merusak sumber daya air yang berperan sangat penting untuk mencukupi kebutuhan air warga Kendeng. Lahan-lahan yang habis untuk projek semen merenggut lahan penghidupan mereka. Pada akhirnya kegiatan pertanian, keseimbangan ekosistem mati sudah, demi kepentingan para kapitalis peraup untung.
Dari pembangunan PT. Semen Indonesia dan tambang karst di Kendeng, Rembang, banyak hak-hak warga yang terenggut. Bertahun-bertahun warga melakukan penolakan dan sempat pula dikabulkan permohonan untuk dibatalkannya pembangunan tersebut tetapi kenyataannya kini kegiatan pengeksploitasian terus berlanjut. Dampak-dampak negatif terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosial di Kendeng sudah sangat terasa. Hal ini seakan menunjukkan bahwa hak-hak rakyat kecil kurang diperhatikan secara serius. Tidak hanya permasalahan HAM yang masih belum bisa diselesaikan secara adil, permasalahan yang menimpa warga Kendeng pun menunjukkan bahwa permasalahan hukum masih selalu saja memenangkan pihak yang lebih tinggi dan beruang banyak.

Sumber Referensi
http://m.antaranews.com/berita/536529/pabrik-semen-indonesia-di-rembang-berproduksi-2017 Tomy Apriando dan Sapariah Saturi. 2014. Tolak Tambang dan Pabrik Semen, Warga Rembang Diintimidasi TNI/Polri.

Sahat Farida. Selamatkan Kendeng Dukung Perjuangan Warga Rembang menolak pembangunan pabrik semen!!!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar