Minggu, 09 Oktober 2016

DIA

Dia tidak terlalu penting.
Dia tidak pernah menjadi pemeran utama.
Untuk siapapun, dalam situasi apapun.
Dia hanya menjadi pemeran utama bagi dirinya sendiri.

Kisahnya selalu saja menyedihkan, dari berbagai sisi.
Kebahagiannya hanya bersifat sementara.
Karena di dunia ini tidak ada yang abadi, termasuk cinta.
Cintanya selalu mudah berubah seperti musim.

Selalu melulu soal cinta.
Masih lelaki yang itu-itu lagi.
Matanya seakan berkaca mata kuda, tak bisa melihat yang lain-lain.
Tanpa sadar dia melewatkan yang terbaik.

Nasibnya selalu sama.
Tidak ada perubahan.
Dia lelah juga, mengapa hidup sebegininya.
Hingga pada akhirnya hidupnya penuh lagi dengan gairah.

Begitu banyak orang yang dia temui setahun belakangan ini.
Membuatnya kagum dan berpikir:
“Apakah aku bisa seperti dia?”
Yang hidupnya banyak menebar manfaat, yang hidupnya begitu hebat.

Dia pun membangkitkan passionnya kembali.
Dia mulai lagi membuka matanya lebar-lebar.
Melihat kembali yang selama ini dia abaikan.
Mendengar kembali yang selama ini dia tidak dengar.

Dia buat semuanya kembali produktif.
Namun 1 hal yang dia tidak punya.
Berdiri tegap di barisan paling depan.
Tidak ada rasa percaya diri.

Orang-orang tidak ada yang mau melihat keberadaannya.
Memperdulikannya adalah hal yang sia-sia.
Tidak ada hal yang menarik dari hidupnya.
Semua orang meremehkannya.

Dan itu semua membuatnya muak.
Dia pun mencapai titik dimana ia harus berkata:
“Inilah saatnya”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar