Tanggal 21 mei 2015, menteri agraria dan tata ruang RI, Bapak Ferry Mursyidan, berkesempatan datang ke kampus Unpad dalam rangka mengisi kegiatan kuliah umum yang diadakan oleh departemen ilmu pemerintahan Fisip Unpad. Seminar yang diusung mengangkat tema "kebijakan agraria dan penataan ruang di Indonesia sekarang ini dan di masa yang akan datang". Berhubung tema yang diangkat mengenai kebijakan, yang kebetulan saat ini saya sedang interest pada hukum, juga yang saya tau menteri Ferry adalah alumnus fisip unpad, maka saya sangat excited ketika mengetahui ada seminar ini. Sebelumnya Ahmad Heryawan, gubernur Jawa Barat, juga akan menghadiri seminar ini namun sangat disayangkan karena suatu hal pak Aher tidak jadi datang, dan menurut saya ketidakhadiran beliau jadi kurang afdol, terlebih Jawa Barat sekarang ini sedang banyak isu-isu mengenai agraria dan tata ruang yang sangat perlu dibahas dan diselesaikan.
Di dalam tulisan ini, saya coba mereview hal-hal yang pembicara sampaikan diantaranya yaitu oleh Rektor Unpad Pak Tri, dan menteri agraria Pak Ferry. Berbicara agraria bukan hanya sekedar berbicara tentang pertanahan. Tetapi dinamis, juga berbicara tentang manusia. Tidak selalu membahas ke bawah, namun juga ke hal-hal yang ada di atas tanah dan sekitarnya. Karena tanah merupakan salah satu aspek penunjang berlangsungnya hajat hidup manusia. Kebijakan agraria dan tata ruang sendiri adalah bagaimana membangun keadilan ruang hidup. Tanah dalam perangkat membangun keadilan.
Dalam kuliah umum ini, pak Ferry fokus membahas permasalahan mengenai agraria dewasa ini dan bagaimana permasalahan ini sangat berkaitan dengan kepentingan masyarakat di masa yang akan datang. Permasalahan-permasalahan yang dibahas yaitu permasalahan yang belum, sedang, dan yang akan diatasi. Permasalahan yang sedang menjadi sorotan yaitu masalah yang ada di laut atau dalam kasus ini pulau-pulau terluar di indonesia yang akan segera dilegalisasi dan tersertifikasi milik negara. Kelemahan-kelemahan yang perlu diakui oleh negara salah satunya yaitu tidak adanya dokumentasi atas pulau-pulau tersebut. Sampai saat ini, sudah ada 54 pulau terluar yang permasalahannya terselesaikan. Pulau-pulau terluar yang dimaksud yaitu pulau-pulau yang dihitung saat pulau sedang pasang.
Kasus agraria yang tidak terkelola dengan baik yaitu permasalahan batu bara dan batu akik. Seharusnya kita mengenal potensi yang ada di wilayah-wilayah Indonesia seperti misalnya kalimantan, sulawesi, papua, dan lain-lain yang memilikki potensi batu bara misalnya. Seharusnya jika kita melakukan pengesksploitasian di kalimantan, wilayah lain jangan dulu dimulai. Seharusnya ada yang dipertahankan, jangan semua dieksploitasi. Kita lihat produksi yang dihasilkan sudah memenuhi kebutuhan apa belum.
Permasalahan agraria dan tata ruang lahan lain terletak pada potensi Jawa Barat yang kini 2 aspek yang dimilikki Jawa Barat sudah mulai hilang yaitu aspek view dan kesuburan. Contoh di Bandung Timur yang sudah tidak layak lagi dijadikan daerah persawahan karena keasaman tanahnya yang diakibatkan oleh limbah yang meresap ke dalam tanah. Disisi lain, sekarang sudah ada potensi yang dimilikki dan juga tenaga kerja yang kini lebih cocok dijadikan kawasan industri di daerah tersebut. Sedangkan area persawahan perlu direlokasi ke daerah lain yang tanahnya lebih subur. Wilayah bandung utara pun yang dulunya indah kini dibangun gedung-gedung tinggi. Memang view yang dihasilkan jika dilihat dari gedung sangatlah indah, namun akan goncang. Karena tanah di wilayah tersebut tidak cocok untuk didirikan gedung-gedung tinggi.
Masalah lainnya yang terlihat yaitu masalah di jabodetabek yang pembangunannya terlalu terfokus ke Jakarta, tidak ada pembangunan kawasan hingga terbangun sentimen sosial. Selain itu seharusnya pemerintah setempat juga menyamaratakan upah minimum jabodetabek.
Di kampung naga dan baduy, kepemilikkan tanah berdasarkan kepemilikkan sosial, tidak ada yang melandasi, hanya pengakuan secara sosial saja. Awal mei di Baduy sudah mulai dibuat batas-batas lahan sebagai suatu bentuk penghormatan dan pengakuan negara terhadap masyarakat baduy. Namun dalam kasus ini dapat dikatakan bahwa "tanah bukan semata aspek legal, tetapi tanah juga merupakan sistem sosial".
Ferry Mursyidan juga membahas mengenai alasan beliau mencabut kewajiban masyarakat untuk membayar PBB, bukan semata karena objek pajak tetapi karena subjeknya. Tidak semua orang itu dikatakan kaya dan tidak bisa disamaratakan. Misalnya pensiunan yang punya peninggalan harta. Dilihat dari harta, maka pensiunan tersebut diwajibkan membayar PBB, tetapi dilihat dari segi subjek atau statusnya yang sudah tidak mempunyai penghasilan lagi maka pensiunan tersebut harusnya dibebaskan dari kewajiban membayar PBB. Maka itulah fungsi pemerintahan, yaitu untuk meringankan beban rakyatnya.
Landasan hukum (substansi)
Ruang lingkup yang diatur meliputi keseluruhan bumi, air, ruang, dan kekayaan alam di dalamnya, yang dipandang sebagai satu kesatuan bertujuan mencapai sebesar-besarnya kemampuan rakyat. Pengaturan dilaksanakan melalui kewenangan yang diberikan pada berbagai tingkat. Pengaturan persediaan, peruntukkan dan penggunaan agraria, usaha memanfaatkan agraria, usaha yang bersifat monopoli hanya dapat dilakukan oleh pemerintah.
Peran agraria dan tata ruang/pertanahan
Agraria- isu pokok: upaya eksplorasi pemanfaatan sumber daya agraria untuk kesejahteraan rakyat yang berkeadilan
Tata ruang- isu pokok: desain pengelolaan lingkungan untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan
Pertanahan- isu pokok: administrasi pertanahan, kepemilikkan bidang, dan kawasan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar