Akhir-akhir
ini pemberitaan di media sedang hangat-hangatnya membahas berita yang
kebanyakan berita internasional. Seperti yang kita tahu yang paling banyak
menyita perhatian diantaranya yaitu kudeta pemimpin Turki oleh militer, lalu
ada juga berita dari Prancis yang “katanya” ada teror yang dilakukan oleh
seseorang dibalik kemudi truk yang mengakibatkan puluhan warga Prancis tewas,
dan ada juga berita yang sangat hits abis yaitu demam game yang melanda
masyarakat dunia → “POKEMON GO” yang banyak menimbulkan pro dan kontra. Berita-berita
tersebut seminggu terakhir ini sering mampir di layar kaya kita dan terus-terusan
dibahas pagi-siang-malam di media pemberitaan dan bahkan dikaji dalam sebuah debat
diskusi oleh orang-orang penting yang (bisa jadi) berkepentingan. Memang tidak
ada salahnya mengikuti pemberitaan atau kasus yang sedang hangat tersebut,
karena selain menjadi sebuah pengetahuan dan membuka cakrawala kita lebih luas lagi,
juga karena sebagai warga negara pun kia dapat bersikap lebih kritis dan
simpati.
Tapi coba
lihat ke arah lain, masih banyak permasalahan yang terjadi di Indonesia. Disini
saya kecewa pada media yang terus membahas hal yang itu-itu melulu. Entah
pengalihan isu atau gimana saya gak ngerti, padahal masih banyak kasus dalam
negeri yang layak untuk disoroti dan dimunculkan ke permukaan. Keenakan
pemerintah dong kinerjanya tidak ikut disoroti. Banyak hal luput dari
pemberitaan di media. Kasus di Indonesia tidak hanya hal-hal yang menyangkut
kepentingan pribadi seperti yang selama ini kita lihat macam pemberitaan
kriminal, pembunuhan pegawai bank oleh pacarnya, atau pembunuhan berencana
Jessica-Mirna yang tak kunjung selesai itu. Ada yang tahu kasus pembangunan
pabrik semen dan penambangan karst yang mengancam kehidupan warga dari belasan
desa di Rembang Jawa Tengah? Kasus yang menyangkut hal manusiawi dan menurut
saya dapat dikatakan pelanggaran HAM berat ini bahkan adem ayem saja
kelihatannya. Padahal banyak sekali yang tidak kita ketahui bahwa kasus ini sebenaranya
sudah ada sejak pemerintahan SBY dan hingga sekarang kasusnya pun tidak kunjung
selesai. Padahal sejak awal mula masuknya pabrik PT.
Semen Indonesia dan penambangan
Karst ke wilayah gunung, Kendeng, Rembang, Jawa Tengah, warga setempat sudah
melakukan berbagai bentuk protes. Warga jelas marah dan melakukan pemberontakan
dikarenakan tidak adanya sosialisasi dan pemberitahuan terlebih dahulu seputar
rencana akan dibangunnya pabrik semen dan penambangan karst di wilayah mereka.
Aparat polres dan TNI mengintimidasi warga yang melakukan protes dengan
menangkap beberapa orang warga dan
memperlakukan warga secara tidak berperikemanusiaan. Ibu-ibu ada yang sampai
terluka dilempar ke semak belukar dan diperlakukan
secara kasar.
Meski warga setempat telah
mengajukan banding ke pengadilan dan melakukan berbagai usaha lainnya, PT.
Semen Indonesia tetap meneruskan pembangunan usahanya. Rencananya, pabrik akan
mulai berproduksi sekitar awal tahun 2017. Menurut kepala proyek Rembang PT.
Semen Indonesia, Ari Wardhana, pembangunan pabrik PT. Semen Indonesia akan
terus dilanjutkan. Proses pembangunan pabrik tidak mungkin dihentikan karena
pada awal tahun 2016 saja pembangunan sudah mencapai tahap 82% dan akan merugi
jika pembangunan pabrik tidak dilanjutkan. Kini PT. Semen Indonesia sudah
mendapat 37 izin penting dan tinggal menunggu 2 izin perihal pinjam kawasan
hutan atau jalan produksi dan tambang, serta izin dengan Perusahaan Listrik
Negara (PLN) dan Perhutani. Walaupun demikian, warga Kendeng, Rembang, hingga
saat ini terus melakukan aksi penolakan. Salah satu bentuk penolakannya yaitu
dengan mendirikan mushola di tenda yang sudah mereka tinggali sejak 16 Juni
2014. Hal tersebut dilakukan dengan harapan agar mereka mendapatkan
perlindungan dari Tuhan.
Beberapa bulan yang lalu, petani-petani perempuan yang merupakan warga Kendeng juga melakukan protes di depan istana
negara. Mereka menyemen kakinya dengan harapan pemerintah melihat dan mendengar aspirasinya.
Dulu sebelum masuknya PT. Semen
Indonesia dan membabat habis wilayah Kendeng, wilayah tersebut merupakan
wilayah cekungan air tanah Watuputih. Sebagian besar lainnya merupakan kawasan
hutan dan pesawahan yang menjadi sumber mata pencaharian mereka yang mayoritas
petani. Warga Kendeng pun kini terancam kehilangan mata pencaharian yang selama
ini telah mencukupi kehidupan mereka sehari-hari. Dari bertanilah mereka
sebenarnya sudah cukup merasa sejahtera.
Protes yang dilakukan warga Kendeng
tak ayalnya demi memperjuangkan hak untuk mempertahankan sumber mata
pencahariannya kembali. Ibu-ibu ikut turun dan tak gentar menghadapi para
aparat yang bertubuh besar dengan dilengkapi senjata saat mereka sweeping.
Mereka harus mempertahankan wilayahnya agar dapat terus melanjutkan hidup.
Perlakuan-perlakuan aparat terhadap warga yang melakukan aksi penolakan,
terutama terhadap perempuan sungguh tidak manusiawi. Aparat ikut berdebat kuat
dengan ibu-ibu, bahkan perlakuannya terlampau kasar. Tidak hanya dari omongan,
para aparat pun bahkan bermain fisik untuk meredakan protes yang dilakukan
warga. Aparat memperlakukan warga secara tidak baik dan juga melukai. Dalam hal
ini saja sudah terjadi bentuk pelanggaran HAM. Setiap warga negara memiliki hak
untuk mengeluarkan pendapat mereka. Namun kenyataannya mereka malah mendapat
respon negatif. Warga Kendeng pun merasa haknya tidak didengar dan tidak ada
yang memihak pada mereka yang merupakan rakyat kecil, bahkan pemerintah
sekalipun.
Pembangunan di wilayah pegunungan
Kendeng tentunya mengeksploitasi Sumber Daya Alam di kawasan tersebut.
Pembangunan sangat berdampak negatif secara langsung dan tidak langsung
terhadap lingkungan alam juga lingkungan sosial. Seperti telah dipaparkan sebelumnya,
wilayah Kendeng merupakan kawasan cekungan air tanah Watuputih yang
dialihfungsikan menjadi area penambangan batuan kapur untuk bahan baku
pembuatan semen. Hal tersebut melanggar Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 pasal 63 yang menetapkan area tersebut sebagai
kawasan lindung imbuhan air. Dan juga melanggar Perda RTRW Kabupaten Rembang
Nomor 14 Tahun 2011 Pasal 19 yang menetapkan area ini sebagai kawasan lindung
geologi (F. Sahat; 2016).
Selain itu terdapat Perda yang
membuktikan bahwa pembangunan pabrik semen di wilayah Kendeng melanggar dan
tidak layak untuk didirikan. Terlalu banyak kerugian yang timbul dibandingkan
manfaat yang akan didapat. Proses produksi akan merusak sumber daya air yang
berperan sangat penting untuk mencukupi kebutuhan air warga Kendeng.
Lahan-lahan yang habis untuk projek semen merenggut lahan penghidupan mereka.
Pada akhirnya kegiatan pertanian, keseimbangan ekosistem mati sudah, demi
kepentingan para kapitalis peraup untung.
Dari pembangunan PT. Semen
Indonesia dan tambang karst di Kendeng, Rembang, banyak hak-hak warga yang
terenggut. Bertahun-bertahun warga melakukan penolakan dan sempat pula
dikabulkan permohonan untuk dibatalkannya pembangunan tersebut tetapi
kenyataannya kini kegiatan pengeksploitasian terus berlanjut. Dampak-dampak
negatif terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosial di Kendeng sudah sangat
terasa. Hal ini seakan menunjukkan bahwa hak-hak rakyat kecil kurang
diperhatikan secara serius. Tidak hanya permasalahan HAM yang masih belum bisa diselesaikan
secara adil, permasalahan yang menimpa warga Kendeng pun menunjukkan bahwa
permasalahan hukum masih selalu saja memenangkan pihak yang lebih tinggi dan
beruang banyak.
Sumber Referensi
http://m.antaranews.com/berita/536529/pabrik-semen-indonesia-di-rembang-berproduksi-2017
Tomy Apriando dan Sapariah Saturi. 2014. Tolak Tambang dan Pabrik Semen, Warga Rembang
Diintimidasi TNI/Polri.
Sahat Farida. Selamatkan Kendeng Dukung Perjuangan
Warga Rembang menolak pembangunan pabrik semen!!!.